Kamis, 07 April 2016

Hanya sebuah kisah

DON’T WANNA BE STONE COLD TO ME
‘It’s just another song from me to you’
                Hari ini, adalah hari pagelaran seni vokal. Seluruh anak kelas X, maupun XI memperhatikan kami anak MIPA dan IBB yang akan bernyanyi di aula sekolah. Dan juga dirimu, datang menyaksikanku bernyanyi di sini.
            Aku sudah mempersiapkannya untuk hari ini. Baik dari latihan vokal yang di ajarkan guru musik hingga aku mengikuti les vokal privat di salah satu les musik, berharap kau akan mendengarnya bila suaraku mendukung. Aku gugup tentang ini. Banyak orang yang akan memperhatikanku, dan aku harap kau juga demikian.
            Khusus hari ini, aku berharap kau akan memperhatikanku selama lima menit ini. Aku berharap kau akan mengerti maksud dari lagu yang akan kubawakan ini. Sudah lama aku mempersiapkannya, lagu untuk hari ini.
            Dimana aku berharap lewat lagu ini. Aku berharap kau mengerti maksudku lewat lagu ini.
            Sekarang lihatlah aku yang sudah berada di atas panggung aula ini. Perhatikanlah aku. Ingatlah tentang diriku. Gumamkanlah namaku. Lihatlah ke arahku. Kumohon kembalilah ke waktu itu. Kumohon lewat lagu ini kau akan melakukannya.
            “Perkenalkan nama saya Nia dari kelas X MIPA 2.” Itu namaku, apa kau mengingatnya?
“ Dan lagu yang akan saya bawakan berjudul Stone Cold miliknya Demi Lovato. Hope you enjoy it.” Apa kau mau mendengarkanku walau hanya saat ini?
Stone cold
Stone cold
                Ya, itulah kau yang sekarang. Hanya terlihat seperti batu yang dingin. Dinginnya batu itu menusuk ke jari-jemari siapapun yang memegangnya. Bahkan dinginnya batu itu membuat batu itu sendiri tidak merasakan orang-orang yang mencoba memberinya kehangatan.
You see me standing
But  I’m dying on the floor
            Lihatlah aku berdiri di panggung ini. Aku berdiri di depanmu. Berharap kau melihatku. Melihatku yang terlihat berdiri dengan yakinnya, layaknya aku meresapi lagu ini.
            Tentunya aku terlalu terbawa perasaan karena lagu ini. Lagu ini memang kutujukan kepadamu, Afa.  Orang yang dapat mengalihkan duniaku, memberi warna dunia monokrom ini.
            Sebenarnya aku tak kuasa menyanyikan lagu ini, Afa. Aku yang selalu menyeru-nyeru kan diriku gadis yang kuat, sebenarnya setiap malam sebelum tidur ku selalu menangis memikirkan perubahan sikapmu yang tak kuterima ini.
Stone cold
Stone cold
            Ingatkah ketika kita pernah satu kelas? Ingatkah tempat duduk kita depan belakang? Ingatkah kita sering satu kelompok? Ingatkah kau lah yang membuat anak satu kelas belajar bermain gitar? Ingatkah ketika kau mengijinkanku meminjam gitarmu? Ingatkah ketika kau tersenyum senang kepadaku ketika memainkan pianika saat seni musik, dulu? Ingatkah ketika kau pernah menyebut dan mengingat namaku?
Maybe if  I don’t cry
I wont feel anymore
            Aku harap kau mengingatnya, Afa. Hanya air mata, dan rasa sakit di dadaku ketika aku mengetahui kau ternyata menyukai orang lain, dan kau mulai berubah semenjak kita tidak satu kelas lagi. Aku harap kau mengingatku, Afa. Sehingga tangisanku hanya akan menjadi sebuah kesalahpahaman.
Stone cold, baby
            Hei, batu yang dingin. Kenapa kau menolak kehangatan dariku? Hei, batu yang dingin. Mau sampai kapan kau akan tetap menjadi batu yang dingin? Hei batu yang dingin. Kami mulai kedinginan karenamu.
God knows I tried to feel
Happy for you
Know that I am
Even if I can’t understand
            Tak apa jika kau menyukai gadis lain. Jika gadis itu bisa membuatmu bahagia. Tuhan tahu, Tuhan Maha Tahu. Tuhan tahu, aku mencoba untuk ikut tersenyum dan mendoakan kalian. Tuhan tahu aku telah mencobanya. Walaupun aku tidak bisa memahami, kenapa aku mencoba bahagia ketika aku tersakiti?
I’ll take the pain
Give me the truth
            Aku hanya merasakan rasa sakit ini, ketika kau tidak kembali ke waktu itu dan mengatakan yang sebenarnya kepadaku. Dan pada saat itu pula aku akan mengatakannya kepadamu, bahwa selama ini aku menyukaimu dalam diam. Dalam diam, menunggu saat yang tepat dimana aku bisa mengatakannya, bila kau bisa seperti yang dulu.
Me and my heart
We’ll make it through
If happy is her
I’m happy for you
            Aku akan mengikhlaskannya, tulus dari hatiku yang tersakiti. Aku akan turut berbahagia. Jika kau bahagia bersamanya. Karena aku bahagia jika melihatmu bahagia.
Hmmm

Stone cold
Stone cold
You’re dancing with her
While I’m staring at my phone
            Hei Afa sang batu dingin. Apa kesibukanmu sekarang? Apakah kau memang sangat menyukai basket? Ini sangat menyenangkan ketika melihatmu bertanding. Kau terlihat bahagia dan menikmati basket hingga kau tidak lagi melihat notifikasi di handphone-mu. Atau apakah terlalu banyak orang yang meng-chat mu hingga kau tidak melihat chat dariku? Atau apakah chat-ku hanya menggangu untukmu hingga menurutmu kau harus mengabaikannya? Maafkan aku bila memang. Aku hanya ingin mencoba kembali seperti dulu, ketika kita masih bisa mengobrol. Aku harap setidaknya kau membacanya.

Stone cold
Stone cold
I was you amber
But now she’s your shade of  gold
            Hei Afa sang batu dingin. Sebetulnya kau dulu menganggapku sebagai apa? Aku berharap aku dapat menjadi temanmu. Walau banyak kekurangan dariku, aku memang tidak bisa seperti gadis yang kau sukai. Itu karena seleramu yang benar-benar bagus dan memang layak gadis itu disukai banyak orang. Aku hanyalah Nia, seorang yang diam-diam menyukaimu dan takut untuk mengatakannya kepadamu.
Stone cold, baby
God knows I tried to feel
Happy for you
Know that I am
Even if I can’t understand
            Hei, Afa sang batu dingin. Tuhan tahu aku telah mencoba untuk menerimanya. Aku menerimanya kau bersama dia. Walaupun sebenarnya hanya sesak yang kurasa jika mulai memikirkannya.
I’ll take the pain
Give me the truth
            Disini aku hanya menerima rasa sakitnya. Berikan aku kepastian Afa. Kumohon ceritakan semua yang kau mau, dan kembalilah ke masa kala itu. Tersenyum, ku ingin melihat senyuman itu.
Me and my heart
We’ll make it through
If happy is her
I’m happy for you
            Dengan begitu, kami bisa menerimanya. Mungkin aku tidak akan merasakan sesaknya lagi. Karena aku tahu benar, kalau gadis itu adalah kebahagian untukmu. Dan setelahnya aku akan dapat kembali tersenyum untuk kalian.
Don’t wanna be stone cold, stone
            Hei Afa sang batu dingin. Janganlah menjadi batu yang dingin seperti ini. Tataplah aku ketika kita bertemu. Sapalah aku ketika kita berpapasan. Berikan senyummu, ketika aku memanggil namamu. Panggillah namaku layaknya dulu. Hentikan laju rodamu ketika kau melihatku berjalan sendiri. Duduklah di sampingku, dan ceritakan semua yang kau ingin. Aku berharap setidaknya anggaplah aku menjadi temanmu. Terimalah kehangatan yang kuberikan ini.
I wish I could mend this
But here’s my goodbye
            Hmm, semua itu hanyalah harapan yang terlalu tinggi. Aku tahu aku terlalu berandai. Aku tahu aku orang yang menyebalkan. Aku berharap rasa sakit ini dapat ku obati, aku berharap kita dapat dekat layaknya dulu lagi. Tapi, lewat lagu ini kata perpisahanku terucap. Aku menyerah.
Oh, I’m happy for you
Know that I am
Even if I can’t understand
            Aku bahagia jika kau masih mengingatku, walaupun setelah semua yang kau perbuat. Semua kedinginan yang pernah menyergap hati ini. Bahkan walau aku tahu, aku bahagia walaupun aku pernah disakiti olehmu.
If happy is her
If happy is her
I’m happy for you
            Teruslah kejar kebahagianmu. Jika memang benar dia bisa membuatmu bahagia, membuatmu dapat tersenyum walaupun sebagai Afa yang tidak aku kenal. Aku bahagia untukmu.
            Dan sekarang kulihat dirimu tengah memperhatikanku. Aku sangat bahagia untuk ini.
            Tak terasa, laguku telah selesai. Tak terasa tanganku mulai gemetar menurunkan mice. Aku menundukkan kepalaku memegang pipiku. Mencoba untuk menghapusnya.
            Apa ini? Basah? Aku buru-buru menaikkan mice ku lagi. “Terimakasih.” Lanjutku yang terdengar bergetar saat berucap. Dan aku membungkukkan badan meninggalkan panggung menuju ke kamar mandi, walau aku tahu banyak pasang mata yang memperhatikanku.
            “Mau aku temani?” tawar salah satu sahabat karibku.
            “Mm, tidak usah.” Tolakku seraya menggelengkan kepala dan menuju kamar mandi.
            Walau sudah tidak terlihat basah di kedua pipi, namun aku yakin mataku terlihat sembab. Aku harus cepat-cepat membasahinya dengan air.
            “Nia!” suara baritone yang kukenal ini, menghentikkan langkahku yang berjarak hanya beberapa meter lagi ke kamar mandi. Aku tidak berani memperlihatkan wajahku, karena aku tidak mau terlihat jelek di depannya, dan terlihat lemah.
            “Kau hebat.
            “Aku tahu, jika tadi di akhir lagu kau melihat ke arahku. Tidak hanya itu, bahkan di awal lagupun ketika perkenalan.
            “Jadi, lagu itu untukku.
            “Maafkan aku, untuk sikapku yang keterlaluan.
            “I will give you the truth. Maafkan aku, sebenarnya, aku sedang menyukai seseorang. Dan terimakasih untuk semua perhatian yang kau berikan.
            “Aku minta maaf. Dan sebagai permintaan maaf nya...,
            “Teteaplah jadi temanku. Sapalah aku, dan aku akan menyapa balik. Tersenyumlah kepadamu dan aku akan tersenyum kembali. Maaf aku tidak membalas pesan-pesanmu. Dan juga..., karena kau anak MIPA ajari aku Matematika dan Fisika. Aku akan mengajarimu Sejarah dan Ekonomi. Yah, walaupun aku juga tidak terlalu pintar.
            “Aku harap, kita bisa selalu belajar keolmpok. Aku harap kita bisa selalu bersama menjadi sepasang teman dekat. Aku berharap kau masih mau berteman denganku. Karena aku benar-benar menginginkan seorang sepertimu menjadi temanku.
            Aku membalikkan badanku ke arahnya, kepalaku yang tadinya tertunduk aku mantapkan untuk menatap mata coklatnya itu.
           “Kau yakin benar-benar menginginkanku jadi temanmu dengan tulus? Atau hanya karena butuh aja?”
            “Eee,, mmm,, itu tentu saja—”
            “Ahahaha...Ahahaha...Ahahaha. Bercanda Afa, terkadang aku juga begitu kok.”
            Aku melihatnya tersenyum lagi layaknya dulu, dengan logatnya yang selalu mengggaruk tengkuknya yang tidak gatal ketika salah tingkah.
            “Jadi?” tanyanya kemudian.
            “Teman.” Kataku sambil mengajukan jari kelingkingku. Janji jari kelingking.
            “Teman.” Dan dia membalasnya. Dengan senyumannya. Namun, senyum itu entah kenapa terasa berbeda. Aku hanya dapat bertanya-tanya, apakah dia pernah tersenyum seperti itu sebelumnya? Atau memang dia sering tersenyum seperti ini kepada teman-temannya? Ataukah, ini memang hanya untukku?
            .
            .
Afa, aku benar-benar bahagia untukmu jika aku bisa melihatmu tersenyum.
Afa, aku bahagia jika kau bisa memberikan senyumanmu ini kepada orang yang kau sayangi.
Orang yang bisa membuatmu tersenyum lebih tulus dari ini.
Dan Afa, aku tantang kau siapa diantara kita yang bisa membuat yang lain lebih bahagia?
Apakah aku?
Ataukah kau?
.
.

END
---------------------------------------------------------------------
hai hai mimin balik lagi nih,,, kali ini buat cerpen lagi. Tapi sayangnya genrenya romance. Cuma sekedar refreshing aja,,, eh nggak kok ini gegara baper denger lagu Stone Cold nya si Demi Lovato. #thanxDemi
Mmmm,,, ini juga sebenarnya curhatan juga sih sama si doi...,,, hahaha semoga si doi baca,,,,(berharap)
Sekian chit chati dari mimin, makasih yang udah mau baca
Jaa mata ne~ di next posting

Tidak ada komentar:

Posting Komentar