Ini aku buat untuk mengenang masa-masaku bersama temanku yang bernama Tsalista Kumalasari. Cerpen ini juga terinspirasi dari OST Doraemon STAND BY ME yang berjudul Himawari No Yakusoku. jadi enak banget nih kalo baca sambil ndengerin musiknya. Enjoy reading guys....
.
.
.
Well, aku masuk
kelas delapan sekarang. Dan itu artinya temenku baru lagi. Itu disebabkan karena
pembagian kelasnya diacak. Aku masuk kelas 8A. Katanya sih, kelas ini hanya
terdiri dari orang-orang jenius. Dan hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru.
Biasanya sih belum berlangsung KBM.
Dihari
pertama, aku duduk baris kedua dari kiri dan deret kedua dari belakang bersama
temanku, Hany yang berasal dari kelas 7 yang sama, 7A. Tepat jam tujuh pagi,
guru yang kami ketahui adalah wali kelas kami akhirnya datang dengan senyumnya
yang setia bertengger di wajah dewasanya.
“Selamat
pagi anak-anak.” Salam beliau sebagai tanda mengawali perbincangan.
“Selamat
pagi Bu.” Jawab serentak siswa-siswi kelas 8A.
“Oke,
anak-anak. Saya diberi mandat untuk menjadi wali kelas 8A. Mungkin beberapa
dari kalian yang dulu waktu kelas tujuh pernah saya ajar, sudah mengenal saya.”
Ya dia adalah Guru Bahasa Indonesia waktu aku kelas tujuh, namanya Bu Siti. Bu
Siti memang orang yang sangat ramah dan mengasyikan ketika mengajar, dan itu
membuat pelajaran bahasa indonesia menjadi salah satu mata pelajaran favoritku.
Setelahnya,
Bu Siti menyuruh kami untuk saling berkenalan, dengan tujuan agar dapat mengenal
sesama lain.
“Nia,
kamu?” tanyaku kepada seorang perempuan berambut emo.
“Sari.” Jawabnya dengan ketus.
Entah kenapa, kesan pertamaku ketika bertemu dia sudah buruk. Menurutku dia itu
orangnya cuek, kalem dan kuper. Namun entah kenapa aku tertarik untuk lebih
mengenal dengannya.
.
.
.
JANJI BUNGA MATAHARI
Nia, seorang gadis berambut
sebahu yang terlihat kalem, walaupun begitu penampilannya itu berbanding
terbalik dengan sifatnya. Sari, seorang gadis yang sangat mementingkan
pelajaran daripada pertemanan, bisa dibilang kalau dia itu kuper.
Hari
itu adalah hari pertama mereka berkenalan. Yang secara umum bisa dikatakan
kalau hari itu hari yang biasa. Namun mereka tidak akan pernah tahu, makna di
dalam hari itu, hari yang dimana akan dapat mengubah mereka.
Hari
berikutnya, walaupun sang bola bulat belum kelihatan di ufuk timur, namun Sari
sudah menempatkan pantatnya ke kursi kelas dan mulai membuka bacaan
kesukaannya, Matematika. Dia mulai memfokuskan pandangannya ke angka-angka yang
menurutnya angka itu lebih menarik daripada aktor sebuah tayangan sinetron yang
sedang tenar sekarang ini. Ketika sedang fokus-fokusnya pada buku bacaanya, eh
tiba-tiba saja terdengar suara nan lembut yang menyapa seisi ruang kelas 8A
yang masih sepi.
“Assalamu’alaikum...,”
suara lembut itu ternyata Nia-lah pemiliknya.
Belum ada yang berangkat. Pikir Nia.
Jelas
saja Nia berpikir seperti itu, lihat saja suasana kelas 8A, sepi dan suram
dengan pintu yang masih tertutup dan lampu yang belum dinyalakan. Mengetahui
lampu belum dinyalakan, Nia berinisiatif untuk menekan tombol saklarnya.
KLIK
“AAAAAAAAAA!!!!!!!
HHHHAAAAANTUUUUUUUUUUUU!!!!!” pekik Nia dengan suara nan tidak lembutnya sambil
menutup kedua matanya dengan kedua tangannya. Dia lalu mencoba memberanikan
diri untuk melihat kembali sosok tadi. Baju putih dengan rambut hitamnya yang
menjuntai ke depan menutupi dahinya. Sosok itu masih di sana dan sekarang malah
menatap balik Nia yang sedang ketakutan.
“Apaan
sih? Aneh, nggak jelas.” Kata-kata itu keluar saja dari sosok berbaju putih itu,
Sari.
Sekarang
timbul pertanyaan di benak Nia. Emangnya
gaya bicaranya hantu seperti itu? Dia lalu mencoba menatap sosok yang ia
takuti, dengan memberanikan diri ia menatap sosok itu. “HUUH SARI!!! KAU
MENGAGETKANKU TAHU!!! ITU TIDAK SOPAN!” nasehatnya kepada Sari.
“Apa
yang salah denganku, huh?” tanya Sari. Yang malah dibalas dengan kedatangan Nia
ke tempat duduknya dan mengambil posisi duduk di sebelahnya. Yang artinya, Nia
duduk satu meja dengan Sari.
“Apa
yang kau lakukan di sini, huh?!” tanya Sari.
“Memangnya
kamu tidak lihat? Duduklah!”
“ Ini tempat dudukku!!” Sari mengusir
Nia dengan tidak sopan.
“Hei
hei, kemarin aku duduk di sini. Berarti-”
“-berarti
sekarang ini adalah tempat dudukku.” Ucap Nia yang disambung dengan Sari.
Perdebatan
kecil mereka terus berlanjut hingga sang malaikat penengah datang.
“Selamat
pagi semua!!!” sapa sang malaikat penengah, yang ternyata adalah Hany.
“-tidak
begitu. Oh hai, selamat pagi Hany!!” pokok pembicaraan Nia sekarang berubah
karena kedatangan Hany. Sementara Hany, dia langsung menempatkan diri menjauh
dari Sari dan Nia karena melihat ekspresi keduanya yang tidak dapat
dideskripsikan.
“Hany,
kau kenapa? Kau baik-baik saja kan?” tanya Nia heran.
“Iya,
aku baik-baik saja. Sungguh. Aku hanya ingin duduk di sini.”
“Kenapa
kau tidak bersama dengan orang ini?” timpal Sari.
“Memangnya
tidak boleh apa kalau aku duduk di sini, huh?!” bukannya Hany yang menjawab,
malah Nia yang mengambil alih.
“Tidak.”
Jawab Sari.
“Boleh
saja.” Timpal Nia
“Tidak.”
“Boleh.”
“Tidak.”
Perdebatan
itu terus berlanjut, sementara murid-murid mulai berdatangan mengisi bangku
kosong 8A. Pukul tujuh pagi, bel tanda masuk pelajaran pertama terdengar. Dan
itu menandakan perdebatan ini dimenangkan oleh Nia. Dan dengan terpaksa Sari
harus mau duduk semeja dengan Nia.
Pelajaran
pertama adalah Matematika. Mata pelajaran yang sangat dinikmati Sari, mungkin
Nia juga. Terlihat seorang guru laki-laki memakai kacamata, dengan postur
tinggi badan sedang, tengah memasuki
kelas 8A. Setelah meletakkan buku, sang pak guru memulai pelajaran pada
hari ini.
Selama
pelajaran pertama ini, sangat jarang kita dengar komunikasi antara Nia dan
Sari. Hingga pelajaran itu selesai, hanya ada kalimat seperti “Boleh
pinjam...,” yang keluar dari mulut Nia. Dan hanya dibalas dengan “Hn,” oleh
Sari.
Pelajaran
berikutnya juga demikian pula. Hingga waktunya istirahat telah tiba. Nia
bergabung dengan Hany dan kawan-kawan lainnya untuk pergi ke kantin guna
membeli makanan dan juga minuman. Sementara itu, Sari lebih memilih untuk
mempelajari apa yang akan dibahas pada saat pelajaran berikutnya.
Saat
ini Nia dan kawan-kawan sedang menuju ke kantin, terjadi percakapan-percakapan
dan canda tawa seiring mereka menuju ke kantin hingga kembali ke kelas. Hal itu
berbanding terbalik dengan Sari , sekarang hanya ada buku dan pensil saja yang
menemaninya. Sekembalinya Nia dari kantin, ia langsung menghampiri Sari yang
sedang asyik berjibaku dengan bukunya.
“Nih,
untukmu.” Kata Nia sambil menyodorkon susu kotak yang tadi dibelinya di kantin.
“Untuk
apa?” tanya Sari.
“Habisnya
mukamu pucat. Aku kasihan denganmu, kamu seperti kekurangan energi. Jadi aku
pikir susu kotak ini cocok untukmu.” Jelasnya sambil tersenyum hangat.
“A-”
“Aku
memaksa.” Belum sempat Sari menyelesaikan ucapannya, Nia sudah memotongnya,
seperti ia tahu apa yang akan diucapkan Sari selanjutnya. Nia lalu menemani
Sari yang sedang belajar. Namun sepertinya, Sari kelihatan tidak terlalu
menyukainya.
“Terkadang
otakmu juga butuh istirahat, kau harus tahu itu.” Nia membuka percakapan.
“?”
Sari menghentikan aktifitasnya dan berbalik menatap Nia meminta penjelasan.
“Maksudku,
kalau kau hanya bergantung pada buku dan tidak pernah mengenal dunia luar, maka
apa yang kau pelajari hanya akan sia-sia.”
“Apa
maksudmu berbicara seperti itu?”
“Dari
awal aku melihatmu, aku sangat kasihan kepadamu. Kamu itu seperti burung yang
terkurung dalam sangkar, dan bahkan sangkar itu seperti terselimuti oleh
lapisan baja.”
“Aku
masih tidak mengerti apa yang kau maksudkan.”
“Dengarkan
aku dulu! Aku ingin mengubah pandangan hidupmu. Hei aku mau tanya, kau itu manusia bukan robot kan? Kau juga butuh
bersenang-senang kan?Minggu besok akan ada kompetisi piano di Towa Hall jam 8,
aku ingin kau kesana. Dan juga...”
Nia
lalu memgang poni milik Sari dan mengangkatnya hingga terlihatlah kedua bola
mata Sari seraya berkata, “...ubahlah gaya rambutmu yang sangat konyol ini.” Tak
berlangsung lama setelah itu bel tanda istirahat berakhir, akhirnya terdengar.
Dan pelajaran selanjutnya dimulai.
Di
rumah, Sari terus memikirkan kata Nia. Dia menjadi bingung apakah ia harus
berangkat ke sana atau lebih memilh belajar di rumah. Namun hanya dalam
beberapa menit saja, Sari sudah tahu jawaban yang tepat untuknya.
Hari
Minggu, hari ini adalah hari janjiannya Sari dengan Nia. Pagi hari di rumah
Nia, jam delapan pagi gadis remaja nan riang ini terlihat masih bergelut dengan
dunianya, mimpi. Sementara ibundanya sudah berulang kali berusaha untuk
membangunkan putri sulungnya itu, namun sama sekali tak ada pergerakan yang
menunjukkan kalau dia akan segera bangun dari tempat tidurnya. Sang bunda pun
menyerah. Dan beberapa saat kemudian,
“Huaaa,
jam berapa ini?” Nia pun melihat jam bekernya.
“Sial!!
Aku terlambat!!” buru-buru gadis itu pergi ke kamar mandi, melakukan aktifitas
paginya. Sementara di tempat Sari, seperti yang kalian duga. Dia sedang
berjibaku dengan sahabat karibnya, buku Matematika.
Disisi
Nia, kini ia tengah mengendarai sepedanya menuju ke Towa Hall. Ia lalu mencoba
menghubungi Sari melalui video-call. Berkali-kali ia mencoba untuk menghubungi
Sari, namun sayang hpnya keburu mati karena kehabisan baterai. Ia lalu menuju
ke rumah Sari. Ia mengikuti denah yang digambarkan temannya tentang mengenai
rumah Sari. Beberapa puluh menit kemudian ia akhirnya sampai di rumah Sari.
Ia
memarkirkan kendaraannya dan menekan bel rumah Sari. Berkali-kali ia tekan bel
itu hingga sang pemilik rumah keluar, Ibu Sari. “Mencari siapa ya?” tanya Ibu
Sari.
“Maaf
Bu saya mencari Sari. Apa Sari ada di dalam?”
“Oh iya
dia ada di dalam. Maaf ini dengan siapa ya?”
“Saya
temannya.”
“Oh ya
mari masuk. Sari ada di kamarnya.”
“Terimakasih
Bu.” Nia lalu dituntun jalannya menuju kamar Sari. Sampai di kamar Sari, Nia
membuka pintu dan terlihat Sari sedang membaca novel dan dengan earphone yang setia bertengger di
telinganya. “Sari!!” panggil gadis itu. Karena tak mendengar jawaban menyahut
dari Sari, Nia pun akhirnya menarik paksa earphone
yang terpasang di telinga gadis emo tersebut.
“Oh hai
Nia.”
“Sari
kamu ini kenapa nggak ke Towa Hall?”
“Malas.”
“Pokoknya
kamu harus ikut.” Nia lalu menarik lengan Sari dan menyeretnya keluar rumah,
membawanya menuju ke Towa Hall. Sesampainya di Towa Hall, mereka berlari menuju
ke ruang yang dijadikan kontes. Ternyata disana tidak hanya ada mereka berdua
saja, bahkan anak-anak dari kelas 8A rata-rata semuanya datang ke Towa Hall
untuk melihat kontes piano tersebut. Kontes tersebut berlangsung sekitar dua
jam. Dan dua jam setelah itu, anak-anak kelas 8A berinisiatif untuk menuju ke
sebuah kafe terdekat.
Di sana
mereka bercanda ria, saling lempar lelucon. Namun tidak dengan Sari, dia malah
cemberut tidak suka. Nia yang berada satu meja dengannya pun, mencolek es krim
yang ia pesan dan ia tempelkan ke hidung Sari. Merekapun saling perang es krim,
diikuti dengan yang lainnya dan membuat kafe itu menjadi medan pertempuran
mereka.
Dan
saat itu adalah saat pertama mereka melihat Sari tersenyum bahkan tertawa. Dan
itu membuat Nia tersenyum juga. Setelah dari kafe, Nia mengajak Sari menuju
hamparan rumput yang berada di bantaran sungai, mereka tiduran sambil melihat
matahari terbenam. “Hari ini menyenangkan ya!! Untung tadi aku mengajakmu.” Nia
membuka percakapan.
“Hn.”
“Sekarang
bagaimana menurutmu? Apa kamu merasa bahagia?” tanya Nia yang membuat Sari
bungkam sesaat.
“Cih,
aku sadar aku salah. Tidak ada salahnya untuk bersenang-senang dan melupakan
buku sejenak. Terimakasih untuk itu.”
“Sama-sama.
Jadi mulai sekarang...,” Nia mencoba duduk dan menyodorkan jari kelingkingnya
ke Sari, dan melanjutkan ucapanya “...kita sahabat kan?” melihat apa yang
dilakukan Nia, Sari hanya bisa tersenyum dan membalas jari Nia.
“Tentunya,
sampai kapanpun.” Hari ini adalah hari berharga untuk mereka berdua. Hari
dimana Nia dapat mengubah pandangan Sari, hari dimana mereka berjanji untuk
menjadi teman selamanya.
Dan
semenjak hari itu, Sari menjadi berbanding terbalik dengan sebelumnya bahkan ia
mengubah gaya rambutnya. Ia mau untuk menjepit rambut emo nya itu. Hari-hari
berikutnya Sari semakin menjadi anak aktif di kelas, tidak seperti yang dulu.
Hingga suatu hari malah Nia menjadi orang yang tidak seperti biasanya.
“Nia
kamu kenapa?” tanya Sari kepada Nia yang sedang melamun.
“Oh
tidak apa-apa.” jawab Nia dengan muka yang memerah.
“Kamu
sedang jatuh cinta ya?” ledek Sari.
“Sstt!!
Diamlah.” Nia lalu menceritakan apa yang ia rasakan kepada Sari. Dan ternyata
Nia sedang menyukai seseorang cowok, yang menurut Sari cowok itu konyol dan
tidak cocok buat Nia. Namanya Muslam, memang sih kalau dari wajahnya dia
termasuk tampan apalagi wajanhya seperti tipe orang timur tengah. Muslam adalah seorang
basis yang juga pandai bermain gitar. Dan semenjak Nia menyukai Muslam ia mulai
mempelajari gitar. Dan anehnya Sari juga ikut-ikutan.
Hari-hari
berikutnya, Nia menjadi orang yang sangat pemurung. Sari mencoba bertanya. Dan
ternyata Nia terkena patah hati karena Muslam ternyata menyukai gadis lain.
Sari mencoba untuk mengambil tindakan.
“Huh apaan ini? Inikah sosok Nia
yang sebenarnya? Cewek aneh, cewek cengeng. Aku kira dia itu orang yang nggak
akan mudah seperti ini. Aku pikir dia orang yang kuat. Huh sudahlah aku mulai
tidak percaya dengan yang namanya Nia.”
Sedikit demi sedikit, Nia akhirnya menjadi
sosok yang ceria lagi, ya walaupun sebenarnya ia juga belum bisa move on. Namun itu lebih baik
dibandingkan yang dulu.
Kini
persahabatan antara Sari dan Nia menjadi begitu akrab dan seperti tidak dapat
dipisahkan. Dimana ada Sari disitu pasti ada Nia, begitu pula sebaliknya.
Pernah suatu hari Sari menceritakan keinginan konyolnya di masa depan, maklum
saja umur Sari itu paling muda seangkatan.
“Nia, aku kalau besok sudah
menikah, ingin punya anak empat. Yang umurnya delapan, enam, empat sama dua
tahun.” sontak siapapun yang mendengar keinginan polos Sari langsung tertawa
terbahak-bahak.
“Kamu ini ada-ada aja Sari. Kalau
keinginan ya jadi sukses gitu, kok kamu malah memikirkan yang terlalu dewasa.”
Jawab Nia, hari itu mereka bisa tertawa lepas, hingga suatu hari.
Salah
satu murid kelas 8A mendapatkan kabar bahwa Sari kecelakaan, dan sekarang ia
sedang koma. Sontak semua warga kelas langsung menuju ke rumah sakit dimana
Sari dirawat. Sementara di rumah sakit, Sari mencoba membuka mata dan yang
pertama kali ia lihat adalah teman-temannya yang sedang menangisi seseorang di
suatu ruangan.
Kenapa mereka menangis? Batin Sari ke
heranan. Sari lalu mengamati orang-orang yang ditangisi. Dia kaget karena yang
ditangisi teman-temanya adalah dirinya sendiri. Mana mungkin ada dua Sari. Pikirnya ia lalu menggoyang-goyangkan
tubuh teman-temanya seraya berkata, Hei
ini aku!! Aku baik-baik saja, namun sia-sia saja. Ia bahkan tidak bisa
menyentuh teman-temannya. Sari lalu menyadari, bahwa yang sedang tertidur itu
adalah jasadnya dan itu artinya ia sebentar lagi akan menuju ke alam sana. Dan
benar saja, tak lama dua malaikat turun dari surga untuk menjemput Sari.
“Ayo
Sari, saatnya kamu pergi.” Kata salah satu dari mereka, Sari pun pasrah hingga
suara tangis Nia yang mencegahnya.
“Sari...hiks..hiks...jangan
tidur terus...., kamu sudah janji kan...hiks...hiks...kita kan menjadi sahabat
selamanya....apa kamu lupa dengan janji itu?” Sari pun memohon kepada malaikat
untuk mengulur sedikit waktu lagi. Sari menangis, ia tidak senang melihat Nia
menangis seperti ini, ia tidak suka. Kemana
senyumanmu yang hangat bak bunga matahari? Maafkan aku Nia. Jika aku masih bisa
untuk bersamamu lagi, aku ingin melihat senyumanmu yang hangat itu. Aku berjanji
akan membuatmu selalu bahagia. Malaikatpun akhirnya membawa Sari menuju ke
surga.
“Sari!!
Bangunlah!! Aku percaya kau akan bisa mengalah semua rasa sakit ini!! Aku
percaya kau akan bangun!! Bangunlah Sari!!”
TIIIIIITT
Dan akhirnya nyawa Sari
tidak tertolong karena pendarahan yang hebat akibat kecelakaan itu. Semuanya
pun berduka, apalagi dengan kedua orangtua Sari yang begitu menyayangi anak
semata wayangnya tersebut. Nia tahu kalau dia hanya sahabat baru Sari, namun
dia sangat menyayangi Sari sehingga ia tidak mau melepaskan pelukannya dari
Sari. Hingga sebuah tangan membelai rambut hitam sebahunya, membelainya dengan
lembut.
“Bodoh,
kenapa kamu menangis? Aku tidurnya kelamaan ya?” itu adalah suara Sari.
Semuanya langsung mengerubungi Sari, takjub dengan keajaiban yang telah
diberikan Tuhan ini. “Aku percaya...kau akan kembali, Sari.”
“Kalau
kamu percaya kenapa kamu menangis, huh? Mana senyuman bunga mataharimu itu?”
Nia lalu mulai memunculkan senyuman khasnya yang sehangat bunga matahari itu.
“Terimakasih telah mempercayaiku, Nia.”
Sahabat
adalah seorang yang dapat membuatmu mengerti tentang arti kehidupan.
Sahabat
adalah orang yang sangat percaya kepadamu dikala orang lain menghianatimu.
Sahabat
adalah orang yang memaksamu berdiri dikala kamu terjatuh.
Sahabat
adalah orang yang menyelamatkanmu dari neraka kesepian.
Sudahkah
kalian menjadi seorang sahabat ?
THE END
Purworejo,
28 Agustus 2015
Sheilta
Alphenia